Goa ditemukan Trijono (41), guru Sejarah
Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Tulungagung, yang juga pemimpin lembaga
Kajian Sejarah Sosial dan Budaya (KS2B). Trijono terbawa nalurinya
sebagai ilmuwan alumnus Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas
Udayana mencari-cari lokasi kerja Dubois hingga akhirnya menemukannya.
Trijono yang ditemui pada Kamis
(12/4/2012) mengungkapkan, dia telah menguji temuannya berdasarkan
dokumen dan catatan sejarah Dubois. Dia yakin, lokasi itulah yang
merupakan lokasi kerja Dubois yang menemukan tengkorak manusia purba Homo wajakensis (manusia purba yg sudah mempunyai bentuk seperti Homo Sapiens) pada tahun 1889.
Homo artinya Manusia, jadi di daerah
pulau Jawa, sudah ada dua jenis manusia purba, yaitu: Homo (erectus)
Soloensis atau yang dikenal juga sebagai Solo Man, dan yang kedua adalah Homo (erectus) Wajakensis.
Homo Soloensis artinya manusia dari Solo.
Fosil ini ditemukan oleh Ter Haar dan Oppenort di daerah Ngandong
lembah Bengawan Solo.
Sedangkan Homo Wajakensis artinya manusia
dari Wajak. Fosil ini ditemukan di desa Wajak dekat Tulungagung Jawa
Timur oleh Eugene Dubois tahun 1889, mirip dengan penduduk asli
Australia.
Jadi urut-urutan manusia purba di Jawa
dari yang lebih tua: Meganthropus, Pithecanthropus, Homo. Dengan
demikian, situs-situs manusia Jawa yang ditemukan Dubois kian lengkap
bersama lokasi temuan Dubois lainnya di Trinil, Ngawi, Jawa Timur, dan
di Sangiran, Solo, Jawa Tengah.
“Tentu saja lokasi ini memerlukan sebuah
pengujian lengkap dan menyeluruh dari para pakar prasejarah untuk
memastikan kebenarannya. Saat ini, tim dari Universitas Gadjah Mada
sudah berencana melakukan ekspedisi ke goa ini, selain ekspedisi ke
lokasi purbakala lainnya di Tulungagung, pada awal Mei 2012 untuk
memastikannya,” tutur Trijono.
Sumber informasi mengenai karya Dubois ditulis oleh sejarawan Paul Strom dalam buku yang terbit tahun 1995, Scriptura
Geologica, the Evolutionary Significance of the Wajak Skull National
Natuurhistorisch Museum, Geboren te’s Gravenhage. Setelah membaca
buku itu, Trijono menelusuri lokasi tersebut bersama tim Kajian Sejarah
Sosial dan Budaya (KS2B) yang dipimpinnya.
Menurut dia, selama ini entah mengapa
lokasi kerja Dubois ini tak dikenal lagi oleh masyarakat ilmiah dan
masyarakat Tulungagung. Hanya dua lokasi kerja Dubois yang dikenal,
yakni di Trinil dan Sangiran, yang kini sudah didirikan museum.
“Mengapa bisa dilupakan dan malah tidak
diketahui keberadaaannya, saya tidak paham. Saya datang ke Tulungagung
tahun 2004 karena diterima bekerja sebagai guru Sejarah di MAN 1. Sejak
itu saya mencari-cari, bukan hanya goa Homo wajakensis saja, melainkan juga semua situs sejarah yang lain, termasuk sembilan situs sejarah Majapahit,” ungkapnya.
Ada
sejumlah tanda tanya, kata Trijono, karena pada masa yang cukup dekat
dengan masa sekarang itu Dubois tercatat bekerja di Wajak, bukan
Tulungagung.
Kini, Wajak adalah nama kecamatan. Itu sebabnya, spesies manusia prasejarah itu dinamai wajakensis.
“Lalu, pertanyaan saya, di mana Tulungagung masa 1889? Wajak hanya berjarak 15 kilometer dari Tulungagung. Mengapa tidak dinamai tulungagungensis? Kami belum selesai menjawab soal itu,” katanya.
Buku itu kemudian menuntun Trijono hingga
ke goa tempat Dubois menemukan tengkorak manusia purba. Salah satu yang
paling meyakinkan, Trijono menemukan tugu pabrik marmer zaman Belanda.
Dalam laporannya, Dubois menyebutkan, goa
manusia purba itu berada di depan tugu marmer tersebut. “Tugu itu saya
temukan, persis seperti penjelasan Dubois. Kalau masa sekarang, tugu
marmer itu penanda lokasi, seperti kira-kira koordinat GPS,” ujar
Trijono.
Dubois adalah seorang dokter militer Belanda pada era tanam paksa (cultur stelsel). Seperti ilmuwan Barat umumnya, Dubois gemar melakukan penelitian.
Di lokasi-lokasi kerjanya, Dubois mengisi
waktu senggang setelah selesai bekerja dengan mencari temuan-temuan
purbakala, termasuk saat bekerja di Wajak, Tulungagung.
Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda, dan
Olahraga Tulungagung Hendri Sugiarti menjelaskan, pihaknya menyambut
sangat baik temuan ini dan kini malah sudah menyiapkan pembuatan monumen
di lokasi tersebut.
“Saat ini, kami menyambut kedatangan tim
besar prasejarah dari Universitas Gadjah Mada yang hendak melakukan
eksplorasi dan penelitian di bekas goa Dubois. Kami berharap akan bisa
membuat museum serta menyiapkan sarana dan prasarana untuk menjadikannya
lokasi wisata ilmiah. Namun, itu masih akan dibahas oleh pemkab,”
katanya. (Kompas/athenapub/berbagai sumber/icc.wp.com)